Membawa motor ke kantor menjadi rutinitas yang tak bisa dihindarkan. Sebab, jalanan yang begitu banyak dikuasai oleh kendaraan roda empat membuat saya ogah-ogahan naik bus atau angkot karena pasti kejebak macet. Dari Pamulang ke Jakarta Selatan (atau sebaliknya), memakan waktu hampir dua jam. Apalagi jam padat (17:00 hingga 18:00) di daerah ini macetnya parah.
September lalu, sepulang dari tempat kerja tubuh saya diserang banyak linu. Sahabat se-kos saya sering mewanti saya. Kata dia,DikitDikitJanganMinumObat. Waktu itu, saya memang dalam keadaan yang kurang vit. Penyebabnya bisa dari berbagai hal, mulai dari tidak teraturnya makan, kurang vitamin yang saya konsumsi, dan terlalu lama mengendarai motor ke kantor atau saat pulang ke Pamulang.
Saya memang mendengar apa yang dikatakan teman saya. Tapi secara aplikasi, saya tak pernah menjalankan nasihat itu. Saya berpikir, kalau kita sakit ya tinggal minum obat, ya selesai masalahnya. Namun, berkali-kali saya drop dan saya lama kelamaan menjadi tukang konsumsi obat yang sudah seperti pecandu. Tanpa obat kok ya hidup saya malah seperti tak hidup.
“Kamu ini ngeyel loh, kalau dibilangin ga ngeh,” melihat bungkusan obat yang berserah di dalam kamar, temen saya marah. Rupanya, selain tidak setuju penggunaan obat yang berlebihan, teman se-kosan itu tidak suka pula dengan bau obat.
Suatu kali, saat ia pulang bekerja, teman datang dengan wajah bahagia. Ia bilang kepada saya waktu itu (saat ini sudah tidak sekosan lagi), kalau dia punya cara jitu agar saya tidak menjadi candu dengan obat-obatan yang dibeli di warung. Namun, ia tidak begitu saja mengatakan kepada saya bagaimana caranya agar kita tidak bergantungan dengan obat.
“Lihat, apa saya pernah sakit walau rutinitas saya juga sama seperti sampeyan?” kata dia.
Saya memang agak kaget dengan pertanyaan itu. Karena saya berpikir, sakit itu datang dari Tuhan, bukan dari kita. Lalu saya menjelaskan hal itu kepada teman saya yang dijawab dengan enteng sama dia, “lah, salah satu agar kita tetap vit dan tak mudah sakit juga dengan menjaga pola kehidupan kita, dong,” kata dia.
Lalu tanpa basa-basi, teman saya itu langsung menyuruh saya berbaring di kosan saya. Ia mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalam kantong kresek hitamnya, dan saya mendengar bunyi ‘clak” seperti tutup yang dibuka. Setetelah itu, sebuah aroma mint dari balsem yang menenangkan mulai memenuh kosan dan tubuh saya.
Sambil memijat tubuh saya dengan pelan, kawan saja berujar, “enaknya tubuh kamu ini di kerik (Kerokan) dengan koin, biar lebih sedap dan angin yang duduk cepat hilang melalui sendawa kita,” kata dia.
Teman saya memang jago, piker saya. Saya tak menyangka bahwa tadi balsem yang dioleskan ke tubuh saya adalah Balsem Lang, yang begitu banyak memiliki keunggulan. Waktu saya kecil, saat pusing dan nyeri sendi, misalnya, orangtua saya juga sering memakai balsem ini untuk meringatkan pusing dan nyeri saya. Aromanya yang menenangkan juga mampu mengusir masuk angin, pegal, dan keseleo.
Sobat Hangat, saya baru sadar setelah diterapi oleh teman saya. Bahwa, tubuh kita tak akan sanggup menerima obat generik terus menerus. Sesekali tubuh kita butuh mendapatkan terapi alami, misalnya memakai Balsem Lang selain tidak lengket, aroma Balsem Lang juga menenangkan, membantu meringankan salah urat, sesak napas, mabuk perjalanan, dan gatal-gatal karena gigitan serangga.
Satu hari kemudian, saya bugar kembali. Nyeri, pusing dan kaki kesemutan saya menghilang begitu saja. Seharusnya saya mengucapkan terima kasih kepada teman saya karena tanpa sungkan menggusuk dan mengkerik (Kerokan) tubuh saya tanpa banyak ngomong alias benar-benar membuat saya percaya akan manfaat Balsem Lang yang mampu membuat saya tenang.
Balsem Lang sendiri adalah salah satu produk dibawah lisensi PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) dengan nomor registrasi: POM QD 031 702 411.