Sebelum Dicontek Eropa, Tangga Nada "Solmisasi" Ternyata Ciptaan Sarjana Muslim

Ishaq Al-Kindi



Ilmuwan sekaligus komponis Prancis, Jean Benjamin de la Borde dalam bukunya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780) menulis fakta yang berabad-abad lamanya tak diketahui oleh kebanyakan umat Islam. Dalam buku tersebut, de la Borde menunjukkan sebuah fakta penting terkait tangga nada yang kemudian menjadi dasar dari notasi musik yang saat ini terus mengalami perkembangan.

De la Borde menjelaskan, notasi terdiri dari silabels (solmisasi) dalam bahasa Arab yaitu Mi Fa Shad La Sin Dal Ra. Namun, notasi tersebut kemudian oleh seorang ilmuwan Eropa diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diakui sebagai himne St. John. Padahal, de la Borde mengatakan sebenarnya notasi tersebut diciptakan oleh sarjana Muslim.

Setelah Mi Fa Shad La Sin Dal Ra diubah ke dalam bahasa Latin, notasi musik tersebut digunakan pertama kali oleh seorang pemusik Italia, Guido Arezzo (995-1050) yang terkenal dengan teori Guido’s Hand-nya. Bahkan, dalam sebuah program British Channel 4 pada saat menayangkan sejarah musik mengatakan Guido adalah pencipta sistem solmasi tanpa memberi keterangan dan fakta bahwa tangga nada itu adalah temuan Ilmuwan Muslim.

Saat itu de la Borde tidak sendirian. Seorang Komposer Eropa lainnya, Guillaume-André Villoteau (1759-1839) misalnya, setuju dengan pendapat yang diutarakan de la Borde dengan mengakui bahwa solmisasi memang benar tangga nada yang diciptakan orang-orang Islam jauh sebelum Eropa gegap gempita dengan musik.

Disebutkan, de la Borde telah melakukan penelitian berulang kali terhadap tangga nada berabjad Arab tersebut dengan membanding-bandingkan notasi yang dipakai Goido’s Hand dengan notasi para sarjana Muslim yang akhirnya membawanya pada satu kesimpulan bahwa, Guido’s Handnya Italia tak lebih daripada sebuah contekan yang diambil Guido dari sistem notasi sarjana Muslim.

“Secara fisik, tampilan solmisasi berabjad Arab itu berfungsi sebagai model yang ditiru oleh Guido Arezzo,” tulis de la Borde.

Tak sampai di situ, de la Borde kemudian didesak oleh keinginan kuatnya untuk mendapatkan kebenaran merancang sebuah monograf. Dengan monograf tersebut pula, ia menampikan perbandingan kritis model solmasi yang dibawa ilmuwan Muslim dengan solmasi yang diciptakan Guido. Hasilnya, lagi-lagi membuat La Borde mengakui bahwa ilmuwan Muslimlah yang memperkenalkan musik ke tanah Eropa dan dinikmati hingga hari ini.

Notasi Arab

Notasi Arab sebenarnya sudah ada sejak abad kesembilan. Pada saat itu, ahli-ahli musik Muslim seperti Yunus Alkatib (765) dan Al-Khalil (791) adalah dua orang yang dianggap berjasa sebagai peletak dasar sistem persajakan dan leksikografi Arab dan diikuti pula oleh Al-Ma’un (wafat 833) dan Ishaq Al-Mausili (wafat 850). Mereka adalah dua orang yang juga memperkenalkan sistem notasi bermusik dalam bukunya yang terkenal di Barat, yakni Book of Notes and Rhythms dan Great Book of Songs selain Kitab Al-Mausiqul Kabir-nya Ibn Al-Farabi (872-950).

Dalam perjalanannya, temuan dua sistem musik itu (Al-Ma’mun dan Al-Mausili) kemudian dikembangkan kembali oleh Abu Yusuf bin Ishaq Al-Kindi (801-874), Yahya ibn Ali ibn Yahya (wafat 1048), Ahmad Ibn Muhammad As-Sarakhsi (wafat1286), Mansur Ibn Talha bin Tahir, Thabit ibn Qurra (wafat 1288), dan ilmuwan Muslim lainnya.

Sebelum wafat pada tahun 1151, dua ahli musik barat, Dominicus Gundissalinus bersama The Count Souabe Hermanus Reichenau juga meneliti dan mengembangkan temuan sarjana Muslim itu seperti temuan Al-Kindi, orang yang disebut-sebut sebagai Filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam.

Mereka juga mendalami teori-teori musik yang diciptakan Ibnu Sina dan Ibnu Rushd, yang akhirnya membawa pengaruh besar terhadap laju perkembangan musik di Eropa.

Selain itu, pada tahun 789 hingga 857 tiori musik telah berkembang pula pesat di Spayol melalui Ziryab, seorang pemusik andal yang juga ahli botani asal Baghdad. Begitu pula dengan Ibnu Firnas (wafat 888) yang memperkenalkan musik oriental kepada masyarakat Spanyol dan mengajarkannya di sekolah-sekolah di Andalusi pada saat itu.

Peneliti musik Spanyol lainnya, Soriano juga sependapat dengan Le Borde. Ia mengatakan fakta terkait Guido Arezzo yang mempelajari musik dari Catalogna, sebuah buku yang kemudian diketahui oleh Soriano adalah buku tiori musik berbahasa Latin yang memuat temuan di bidang musik oleh ilmuwan Muslim.

“Notasi abjad Arab yang membentuk notasi musik ditulis dalam Catalogna pada abad ke-11 dan diterbitkan di Monte Cassino, sebuah daerah di Italia yang pernah dihuni oleh komunitas Muslim dan tempat yang pernah disinggahi Constantie Afrika, ilmuwan Muslim asal Tunisia yang masuk ke Italia melalui Salerno,” kata Hunke.

Oleh Constantine Afrika itu, tulis dia, musik menjadi terkenal di kalangan barbar dan terbelakang di Salerno, dan semua terjemahan Constantine terhadap buku ilmuwan Muslim itu menjadi acuan para pelajar kemudian hari di Eropa. “Apalagi, Constantine juga membuka kesempatan kepada mereka untuk belajar ke Spanyol, yang ketika itu sedang diramaikan oleh kuliah musik dengan guru besar para ilmuwan/musikus Muslim seperti Ziryab dan Ibn Farnes,” kata dia.

Saat ini, tentu tak asing bagi kita terutama yang pernah bersekolah musik tentang sosok Gerbert Aurillac, murid Constatine (wafat 1003) yang kemudian dikenal oleh kalangan luas sebagai peletak dasar musik di berbagai negara Eropa dan melahirkan banyak pakar musik dari Barat.