kita tak pernah pandai
menerjemahkan hujan turun
dan gemuruh dalam kelapa
rasanya, baru kemarin kita dua tiang
rumah gadang, tapi entah kenapa kini
tak lagi seibu sekanduang
aku hanya punya kata-kata, tapi
kau memotongnya menjadi kecil-kecil
hingga aku terseruak di bibir malam
di kamar ini, kesunyian seperti Cikini
yang kelam dikunyah hujan -sambil
mengingatmu aku melahap isi kepala sendiri:
sebab, itulah bahasa paling kasih
ubek sakiek dalam dado ini
Blok M, Jakarta, 2018
Koran Tempo, 2 Juni 2018