"Yang berlari ke gunung membunuh harimau, dialah penguasa Lenin. Yang bertempur ke masa depan, dialah pahlawan Lenin"
Tak
ada siul burung atapun ganasnya dingin yang menggigit tulang seperti saat aku
berada di Lenin, sebuah kota yang berada di bagian barat negara Republik ketika
aku menghadiri sebuah konferensi Meja Datar guna mengikuti rapat tahunan Partai
Pembebasan Bersyarat. Dalam rapat itu. Diputuskan kembali beberapa kandidat
yang akan menjalankan misi rahasia terakhir.
Sebagai
angkatan lama. Sebenarnya aku telah menyerahkan surat permintaan pensiunan dini
kepada Konsulat Besar partai. Namun para Konstituante dalam Konsulat menolak
permintaan itu karena aku dianggap belum menyelesaikan satu lagi dari 100 misi
yang wajib diselesaikan oleh kader, sebelum masuk masa pensiun atau mendapatkan
promo Kwalitas Hidup Emas, yang artinya aku akan menjadi pemimpin dalam Partai
Pembebasan Bersyarat sebagai seorang yang berpengaruh di barisan para
Konstituante lainnya.
Setelah
rapat digelar. Aku sempat protes dalam sidang itu. Namun aku tak bisa berdebat
terlalu banyak karena para Immigren akan membuat catatan buruk –seperti saat
menjalani misiku yang ke 99 –terhadapku dan aku bisa saja selamanya berada
dalam lingkaran tugas yang tak ada habisnya. Atau, jika aku tetap bersikeras,
bisa saja penugasanku yang terakhir ini ditambah 50 kali dan ini tentu akan
membuat reputasiku buruk.
Pada
sidang puncak, aku mendengar namaku dipanggil. Tujuanku diucapkan lewat
pengeras suara yang menjerit dalam gedung. Seorang Immigren, datang membawa
setumpuk map dan foto seorang anak lekaki berpostur kecil dengan dengan hidung
mancung. Tapi, saat melihat tanggal yang tertera, aku kalap dan darahku
naik.
“Apa
ini? Kalian jangan bercanda!” teriakku, ketika tahu keberangkatanku dimajukan
lebih cepat lima hari. Padahal, hari itu adalah Hari Merah dimana libur akan
lebih panjang.
Sialnya,
saat itu aku telah membuat sebuah janji untuk bertemu dengan Topicqo, sahabat
karib yang masa kecilnya absurd sambil membicarakan masalah-masalah yang
dihadapinya saat menjalankan tugas sebagai Pewarta handal Konstituante. Atau
membicarakan draft-draft novel yang ditulisnya tentang kisah seorang manusia
yang dikutuk menjadi raksasa menyeramkan.
“Agar
tidak mendapatkan catatan buruk, kau ikuti saja apa kemauan mereka. Lagian,
tugasmu hanya sekali lagi dan sebentar lagi kau akan menjadi koorporat,” kata
Lafran, kader tingkat 15 dalam delegasi Partai Pembebasan Bersyarat, orang yang
sebenarnya kubenci karena pintar dan banyak pengikut setia.
Semua
kandidat yang terpilih saat itu segera dijemput oleh Lazuardi –pasukan khusus
anti Ribut –untuk membawa kami ke Ruang Persiapan. Semua kandidat dikumpulkan
di ruangan itu sebelum akhirnya kami akan dikirim melalui Liquid Club Assasin,
kendaraan Kilat Cahaya yang akan mengantarkan kami sesuai dengan tujuan dalam
dokumen.
Sambil
menunggu aku membaca kembali dokumen yang diberikan untukku. Tujuanku adalah
sebuah daerah di perbatasan Bers Sembilan Kosong, dengan target seorang anak
kecil bernama Lambreth, dengan misi menjadikan dia sebagai orang yang paling
terkenal di dunia. “Oh, ini akan menjadi pekerjaan yang begitu mudah dan
menyenangkan!” aku menjerit hingga membuat para Lazuardi mengerling.
“Tumben
kau begitu ceria menerima misi terkahir ini, Legs? Biasanya kaulah biang ribut.
Bagaimana catatan burukmu saat Kompartemen ke 12 diberangkatkan? Katanya kau
dihukum 12 lira?” tanya seorang Kandidat lain, Assolhoek, padaku.
Tapi
pertanyaan itu tak segera kujawab. Mataku berselisih pandang dengan orang yang
begitu tak asing. Matanya. Ya matanya itu begitu kukenal. Bangsa Hags yang
gagah dan paling bisa diandalkan. Mereka adalah penjaga anak kecil dan ahli
dalam menyebar dongeng. Misi mereka tak pernah diganti layaknya Guardian
seperti kami. Mereka seperti kekal.
“Kabarnya,
tubuh mereka terbuat dari matahari. Ketika mereka menjalankan misi rahasia
–terutama mendatangi masa depan –mereka bisa berubah menjadi apapun,” komen
Assolhoek.
Sebenarnya,
aku merasa sedikit aneh dengan orang itu. Aku sampat bertanya-tanya dalam
hatiku apakah dia belum juga mengakhiri masa kadernya hingga saat ini? Padahal,
dalam sebuah catatan rahasia yang diselundupkan ke bangsal kami oleh kelompok
Anti Partai Pembebasan Bersayarat, aku menemukan bahwa dia baru saja pulang
dari sebuah misi di tempat yang begitu jauh di belahan Sprotia yang dingin dan
katanya, dari sana awal mula rasa kemanusiaan terhadap orang-orang seperti kami
tumbuh dihati dia karena sering melihat kesengsaraan dan kemelaratan.
Kini,
dalam penugasanku yang terakhir ini, aku kembali melihat dia dengan senyum
tanpa henti saat menerima penugasan itu. Malah terkesan tak peduli misalpun ada
ribuan misi lain yang diberikan kepada dirinya, dia akan menerimanya. Lagi dan
lagi!
Dalam
catatan lain, aku juga menemukan keberhasilan yang cemerlang dari Bangsa Hags.
Misalnya, pada misi terakhir saat dia mengunjungi Sprotia, kabarnya dia telah
berhasil membawa perubahan pada suami istri yang hidup melarat di sana, yang
membuat dia jadi terkenal dan dikenang sebagai Kakek Putih oleh anak-anak kecil
di daerah itu.
Waktu
para kandidat diajak berkumpul di Ruang Persiapan oleh para Lazuardi, aku
sempat menatap lagi matanya lelaki yang tak asing itu. Matanya begitu teduh dan
membawa kedamaian. Di daerah kami, ada kabar tentang Bangsa Hags yang selalu
membantu para Guardian seperti kami untuk bertahan hidup.
Aku
tahu dan baru ingat. Dialah orang yang dulu pernah menyelamatkanku saat sebuah
perang besar di Lenin terjadi.
“Apakah
dia Boh Pineung?” tanyaku pada Assolhoek, dan dia mengiyakan.
***
Aku
merasakan seluruh tubuhku bagaikan terbakar saat aku terlempar dari alat
transfer Liquid Club Assasin. Mesin itu selalu saja membuatku begitu pusing
setiba di tempat tujuan. Bahkan, kadang aku pernah tak sadarkan diri untuk
beberapa hari karena standar operasional mereka yang buruk.
Saat
ini, aku berada di sebuah pulau di Selat Dua Ratus, dengan hutan lebat dan
angin gunung yang menerbangkan hawa panas. Aku selusuri daerah yang mulai
berkabut ini yang sesekali mengeluarkan suara yang kalau tidak salah, seperti
aum harimau dari jauh. Meskipun demikian, aku tak peduli dengan suara
itu.
Bagi
seorang Guardian sepertiku, yang paling kutakuti adalah munculnya mata-mata
Merah Kuning dari balik hutan gelap, pencuri dokumen yang fanatik dan
mengerikan. Mereka begitu terlatih dan memiliki banyak persediaan nyawa bila
tiba-tiba mereka harus berhadapan dengan Guadian Perak, legenda dari Lenin yang
tak terkalahkan.
Aku
terus menyusuri jalan sambil memerhatikan map sesuai dengan dokumen yang
kudapati. Sialnya, ketika aku sudah sampai pada suatu titik dalam dokumen itu,
aku malah kaget karena mapku ternyata menginformasikan aku saat ini berada di
daerah Lingkungan Mabuk Duabelas, bukan di perbatasan Bers Sembilan Kosong,
seperti perintah dalam dokumen.
“Itu
sama saja dengan jarak 1000 ters perjalanan dengan Portal Kesepuluh. Dan Itu
sangat jauh! Bangsat!” makiku dalam hati.
Aku
kembali membuka dokumenku yang diberikan saat rapat. Sebenarnya ini adalah
pelanggaran. Dokumen harus dibuka ketika sampai di tempat tujuan, dititik yang
telah ditentukan. Namun, kali ini biar saja aku melanggar perintah karena ini
bukan misi yang aku terima saat berada di Meja Datar!
Setelah
membuka dokumen itu, aku melihat penugasan misi memang tak sesuai dengan yang
disampaikan oleh Konstituante. Tapi, bagaimana pun, aku tak bisa meninggalkan
misi ini. Jika pun kutinggalkan, aku tak bisa kembali ke Lenin karena ketiadaan
alaram untuk memberitahu Komando Jemput untuk menjemput Guardian yang telah
menyelesaikan misi.
Sambil
siaga, aku menyimpan kembali dokumen itu dan memperhatikan deretan lampu kuning
di sepanjang jalan yang terdapat pohon cemara besar di sisi kiri dan kanannya.
Aku mengikuti jalan yang sepi itu dengah siaga penuh.
Tapi,
saat itu pula sebuah godam menghantam tengkukku dan aku terjatuh tak sadarkan
diri.
***
Aku bangun ketika sebuah cahaya menyenter ke arah mataku. Mataku terasa pedih dan seolah ada kupu-kupu yang terbang di sana. Ketika cahaya itu sirna, beberapa orang terlihat di hadapanku sambil menatap dengan wajah polos dan menakutkan. Wajah mereka begitu asing. Aku tak pernah melihat air muka yang sanggar seperti wajah mereka itu selam menjalankan misi. Mengerikan!
Saat
hendak bangkit, sebuah tangan yang kasar dan bergelambir membantuku untuk
duduk, dan lagi-lagi tanpa ekspresi. Di samping, ada sebuah mangkuk yang
menghadirkan aroma yang sama sekali belum pernah kucium sebelumnya. Tanpa
peduli dengan orang-orang yang ada di kamar, aku meraih makanan itu dan
memakannya seperti orang kelaparan.
“Sudah
berapa lama aku seperti ini,” tanyaku sambil melirik kepada salah satu di
antara tiga orang itu, tapi tidak ada yang menjawab.
Satu
detik kemudian, terdengar jawaban dari seorang wanita. Suara itu datang dari
belakang rumah dengan lembut, dan berkharisma. Perempuan itu bilang, kalau aku
sudah tertidur selama 10 hari. Dan untung saja, katanya, dia dapat
menyelamatkan aku dari para Pemburu Kepala Nera yang malam itu membuat aku tak
sadar diri.
“Sepuluh
hari? Pemburu Kelapa Nera?” tanyaku dengan pikiran kacau sambil melirik ke arah
munculnya suara perempuan itu.
Saat
aku melihat perlengkapanku, semuanya tidak ada, juga dokumen itu! “Kemana
dokumenku?” kataku sambil berteriak dan membanting mangkuk ke lantai.
Beberapa
detik, tak ada suara. Tapi kemudian perempuan itu muncul. Wajahnya penuh dengan
cahaya dan saat dia begitu dekat denganku, aku mencium aroma cendana yang
begitu kuat dan bergairah dari tubuhnya.
Saat
perempuan itu mendekat, samar-samar aku mengingat sebuah nyanyi kemerdekaan
yang begitu kukenal, “Yang berlari ke
gunung membunuh harimau, dialah penguasa Lenin. Yang bertempur ke masa depan,
dialah pahlawan Lenin”.
“Aku
juga seorang Guardian, pada masa lalu. Kini, kau ada di masa depan, di mana
tujuan yang kau tuju adalah sebuah daerah yang telah hancur akibat perang. Dan
itu perang yang dilancarkan oleh pemimpin kita, Lex Cuanno, seorang Konts yang
mendapatkan promo Kwalitas Hidup Emas dan menjadi salah satu pemimpin di Konstituante,”
kata dia dengan suara yang lembut dan tenang.
“Tidak
mungkin. Lex, hanya salah satu dari banyak pemimpin di sana. Dan setahuku, jika
pun dia mengambil satu keputusan yang merugikan Lenin, dia pasti sudah
diasingkan dan dijauhkan dari Konstituante,” kataku percaya diri.
Perempuan
itu tidak menjawab apa yang kukatakan. Tapi dia berpaling dan meninggalkan
kami. Mendadak ruangan itu menjadi begitu menyeramkan lagi dengan orang-orang
yang tak mau diajak bicara. Setengah jam berlalu, perempuan itu muncul kembali,
kali ini membawa setumpuk dokumen yang dengan kasar di lemparnya ke arahku.
“Mereka
adalah robot, yang bekerja sesuai perintah. Maka dari itu tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan. Namaku Duong Thu Huong, dan aku berasal dari Jalan
Kuno Lingkar, di salah satu Emperium Qua, Lenin,” kata dia.
“Aku
ditugaskan ke sini pada tahun 1999 saat daerah Lingkungan Mabuk Dua ini sudah
begitu berkembang dan ada di masa depan. Saat aku tiba, tahun di daerah ini
berada pada puncak kejayaan yaitu 3020. Kedatanganku dengan misi, mengancurkan
semua kota dan menculik hampir seluruh pejabatnya untuk dipenggal, kemudian
otaknya akan dikirim ke Lenin, sebagai bahan untuk diteliti,” kata dia, sambil
melirik kea rah dokumen yang ada di tanganku.
Dokumen
yang ada padaku, kata dia, juga tak jauh beda dari dokumen yang diberikan
padanya, dengan misi untuk kembali menghancurkan daerah ini. Sebenarnya pula,
dialah yang hampir selama 25 tahun ini berjuang bersama Guardian lainnya untuk
bertahan dari gempuran Guardian dari Lenin, Guardian yang berbelot karena tahu
akal busuk para Konstituante yang memanfaatkan misi akhir para Guardian untuk
menghancurkan Lingkungan Mabuk Duabelas.
“Sekarang.
Coba kau bayangkan bagaimana busuknya para Konstituante terhadap kita di Lenin.
Saat maju sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi, mereka selalu mengatakan akan
memperbaiki banyak hal terutama pendidikan. Kesehatan, dan Sastra yang makin
amburadul. Tapi, setelah menjadi Pemegang Kekuasaan Tertinggi, mereka tak
menepati janjinya. Kemiskinan di mana-mana. Sekolah banyak, tapi guru-guru
miskin dan kesehatan menjadi lahan praktek para doktor yang gila dengan Lira,”
sebut dia.
Perempuan
itu terus saja bicara dan entah mengapa saat itu aku tak lagi dapat memotong
semua yang diucapkannya. Apa yang diutarakannya itu adalah kebenaran yang saat
ini terjadi di Lenin.
“Apakah
kau mengenal orang ini?” tiba-tiba dia menyodorkan selembar foto usang dengan
latar belakang lambang Partai Pembebasan Bersyarat.
Orang
itu, ya, yang kulihat sebelum kandidat dilepaskan melalui mesin Liquid Club
Assasin.
“Bukankah
dia Boh Pinueng?”
“Kau
mengenalnya?” desak dia.
“Tidak.
Tapi aku tahu, dia pernah menyelamatkanku saat perang besar,” kataku.
“Apakah
kau Legs, orang yang dulu pernah dibawa pulang ayahku ke rumah?” tanya dia
lagi.
Duong
tak lagi melanjutkan pembicaraan setelah aku menjawab kata, ya atas
pertanyaannya itu. Tapi, saat dia bangkit dari sisi tempat tidur ini kudengar
suaranya terisak. Seperti menangisi akan sesuatu hal yang pernah hilang dari
dirinya.
Saat
bersamaan, aku juga tak dapat membendung rasa sakit yang begitu kuat yang
tiba-tiba menghantam ulu hati. Begitu perih. Melebihi rasa sakit saat cakaran
harimau merobek punggungku saat melakukan misi ke 80.
Dan
lagu kemerdekaan itu berdenyar lagi dalam kepalaku, “Yang berlari ke gunung membunuh harimau, dialah penguasa Lenin. Yang
bertempur ke masa depan, dialah pahlawan Lenin”.
***
Pagi itu Duong membawaku ke salah satu daerah, yang disebutnya sebagai Distrik Hijau. Di sana, Duong berdiri sebagai pemimpin Kelompok Pembebasan Lenin, yang akan melaksanakan perang ke masa lalu. Semua yang hadir di sana adalah perkumpulan Kompartemen dari segala profesi, yang menginginkan adanya perubahan mendalam terhadap keputusan Konstituante di Lenin. Mereka adalah Guardian yang sudah sampai pada misi ke 100 tapi tak memberikan sinyal untuk dijemput.
Aku
sempat bertanya pada Duong, bagaimana caranya agar kita sampai di sana.
Bukankah hanya dari Lenin saja kita baru bisa menuju ke daerah lainnya. Tapi,
Duong rupanya bukan orang yang gegabah. Dia telah mempersiapkan semua peralatan
untuk perang ini. Alat itu dinamakan dengan Perayaan dari Masa Depan, alat yang
hampir mirip dengan Liquid Club Assasin. Tapi alat ini terlihat lebih
sederhana. Kolaborasi eletronik moderen dengan program algoritma yang rumit.
“Ada
sesuatu hal yang sebenarnya ingin kukatakan padamu. Sebenarnya, saat terjadi
perang besar dulu, saat itu kau belum bisa begitu mengingat wajah orang lain.
Hingga kau pun tak mengenalku dengan baik,” kata dia.
“Kau
hingga kini belum juga sadar, bahwa kau memiliki seorang kakak?” tanya dia.
Tapi
aku tak bisa membayangkan kejadian saat perang besar itu. Semuanya begitu
terputus-putus dan begitu samar. Aku hanya ingat sebuah adegan seorang lelaki
tegap dan berambut putih tengah menggendongku membawa pergi dari reruntuhan
bangunan untuk menyelamatkanku, saat sebuah bom meledak dan menghancurkan Rumah
Honi tempatku tinggal.
“Tapi
saat itu, sebelum kau dipapahnya, dia terlebih dulu membawaku. Kita satu rumah.
Dan aku kakakmu!” tiba-tiba Duong dengan tak sabar karena didesak rindu yang
begitu kuat, segera saja dia memelukku dan menangis sejadi-jadinya.
Saat
itu pula, aku dapat mengingat masa kecilku, meski begitu kabur dan terpecah-pecah.
Sebuah suara dari masa kecil itu memenuhi kepalaku. Suara itu persis seperti
suara Duong saat menyanyikan lagu legendaris untuk mengenang para Guardian yang
tak kembali.
“Yang
berlari ke gunung membunuh harimau, dialah penguasa Lenin. Yang bertempur ke
masa depan, dialah pahlawan Lenin,” samar-samar suara nyanyian itu mendesak
dalam ingataku lagi.
Suara
yang kukenal dan akrab, seperti suara ibu yang lembut sebelum hantaman bom
merobohkan rumah kami. Sambil memegang pipiku dengan kedua tangannya, Duong
menatap lurus ke arah mataku dan berkata, “bangkilah. Lenin telah sakit dan
pemuda harus segera begerak untuk melakukan revolusi,” kata dia.
***
Februari 3050, semua Guardian di setiap distrik yang ada di Lingkungan Mabuk Duabelas memasuki alat Perayaan dari Masa Depan. Para Guardian meluncur dengan begitu cepat dan sampai di setiap kota saat malam begitu dingin dengan salju menebal di jalanan.
Malam
itu, Lenin menyambut peperangan dari masa depan yang tak pernah mereka
prediksi.
Saat
aku menuliskan catatan ini, Duong tengah mengumpulan para Konstituante,
menyalakan api, dan melemparkan para pejabat korup ke dalamnya. Itu adalah
bagian dari penyampaian pesan kepada Pemegang Kekuasaan Tertinggi di kota
bagian bahwa revolusi sedang terjadi di seluruh negara Republik. Sebagai
Ibukota, Lenin juga akan mendapatkan kesempatan itu.
Di
rumah-rumah Honi, masyarakat rupanya sudah menunggu detik-detik ini. Mereka
berkumpul di kota-kota dan membawa drum-drum dengan pemukul gendang. Sambil
berbaris di setiap jalanan, mereka kompak bernyanyi.
“Yang berlari ke gunung membunuh
harimau, dialah penguasa Lenin. Yang bertempur ke masa depan, dialah pahlawan
Lenin”. []
Cerpen ini terbit dalam antologi Kumpulan Cerpen Satu Dekade Shira Media, Mata Penuh Darah, April 2018
0 Komentar