Indonesian Contemporary Art &
Design (ICAD) 2018 kembali digelar. Kali ini, ICAD mengusung tema KISAH sebagai
medium menyampaikan berbagai kenangan masa lalu lewat barang-barang koleksi
baik itu dari para perupa dan dari para desainer yang tampil.
KISAH sendiri dalam situs Yayasan
Design+Art Indonesia disebutkan ada
dua pandangan terkait tema besar yang diusung ICAD 2018, yakni:
Pertama; Cerita sebagai subjek
utama menjadi bingkai karya seniman dan desainer. Di sini, seniman dan desainer
akan menceritakan sebuah peristiwa, momen, cerita, kenyataan, atau imajinasi
yang dapat dibangun menjadi ‘realitas baru’ yang dapat relevan dalam konteks
sekarang dan masa depan.
Kedua; Kisah yang berangkat dari
pengalaman seniman dan desainer sebagai proses kerja dalam kurun waktu
tertentu. Melalui ini, pengunjung akan diajak untuk menikmati berbagai cerita
kreatif dan proses seniman dan desainer yang telah berkontribusi besar terhadap
perkembangan desain dan seni kontemporer Indonesia.
ICAD 2018 adalah gelaran ke-9
yang secara konsisten diselenggarakan. Berbagai perupa dan desainer hadir
mengisi sekat-sekat ruang di Hotel Grandkemang, Jakarta Selatan, yang dibuka sejak
tanggal 18 Oktober hingga 30 November 2018.
Dalam pameran itu, berbagai karya
berhasil digulirkan untuk dinikmati oleh pengunjung. Berikut beberapa karya
para perupa dan desainer yang berhasil saya rangkum.
Agus PMTOH
Agus PMTOH adalah salah satu storryteller yang berkesempatan
menampilkan karya imajinatifnya dalam ICAD 2018. Karya-karya Agus PMTOH
berlatar belakang tentang berbagai hal, terutama bagaimana dia mampu menjadikan
benda-benda biasa yang ada dalam kehidupan kita menjadi sebuah cerita yang
manarik, satir, dan sekaligus digunakannya sebagai medium penyampaian pesan moral ke tengah-tengah
masyarakat.
White Shoes & The Couples Company
Pernah tidak sih, kita suka mengenang masa lalu? Ya. Begitulah
apa yang kemudian saya dapatkan ketika hadir di stand White Shoes & The
Couples Company. Stand ini menampilkan berbagai kenangan masa lalu dalam bentuk
musik. Karena, bagaimana pun, White Shoes & The Couples Company adalah
salah satu grup musik terkemuka Indonesia. Grup ini lahir bersamaan saat wacana
gerakan kebudayaan kontemporer meringsek Indonesia pasca-Reformasi 1998.
Napping Room by Lala Bohang
Siapa yang tidak tahu, kalau tidur adalah jalan pintas
untuk menghilangkan segala penat dan lelah setelah kita disibukkan dengan
rutinitas yang rasanya tak ada habis-habisnya. Mungkin itulah yang ingin disampaikan
oleh Lala Bohang dengan karyanya berjudul Napping Room, atau “tidur sebagai
semua momen jeda”. Seperti yang diungkap oleh Lala Bohang sendiri bahwa, “Aku
menyenangi ide tentang tidur karena ini berari bahwa aku bisa diam untuk sesaat”.
“Ngeureuyeuh” Recycled Glass Mood Lighting
by Sembada Ardi Pamungkas
Saya tidak mengerti, bahwa Ngeureuyeuh dalam arti bahasa
Sunda dengan sebuah objek yang dipamerkan oleh Sembada Ardi Pamungkas. Dalam bahasa
Sunda sendiri, Ngeureuyeuh diartikan sebagai sebuah ketekunan yang mendalam. Melihat
arti tersebut, saya dapat memahami pula akhirnya, bahwa, karya Sembada ini
memang dasarnya berangkat dari hal tersebut. Disertai pula oleh sebuah
penjelasan bahwa gagasan tersebut ada keterkaitannya dengan tema ICAD 2018,
yakni KISAH. Sebab ICAD sendiri telah melalui berbagai perjalanan untuk bisa
sampai pada tahap berhasil konsisten menggelar kegiatannya.
Semesta by Rio Setia Monata
Saat ingin mendapatkan sesuatu, saya ingat saat berada di
kantor dulu seorang supervisor akan mengatakan, apa yang terlintas dalam
benakmu, tulislah, dan tempelkan di depan komputer. Hal itu terasa begitu dekat
sekali saat saya memasuki stand Rio Setia Monata. Dengan gagasan Semesta yang
dilahirkannya, kita diajak untuk mengenang masa lalu atau masa depan dengan
menulisnya dalam postcard. Ini menarik, karena secara tidak langsung gagasan
ini mengajak kita untuk kembali harus duduk dan menuliskan keinginan kita, baik
kecil ataupun besar.
Kisah Sebutir Telur by Tatang Ramadhan
Bouqie
Ada enam kursi di tengag-tengah lintasan pintu masuk Hotel
Grandkemang, Jaksel. Kursi-kursi itu yang penuh dengan warna-warni itu
berkepala sendok dan garpu, mejulang tinggi seolah dari sana ingin mengatakan
sesuatu. Di tengah-tengah, meja bulat dengan dekorasi hapir sama terhampar
sebuah telur ceplok, seperti tumpah ruah di atas kaca. Ya. Itu adalah karya
Tatang. Satu unit meja makan, dengan kayu, cat acrylic, dan kaca. Kesemua karya
itu berangkat dari isu mahalnya telur di pasaran.
Keacakan gaya, Keajengan Genre:
Bahasa
Visual Cergam dari Masa ke Masa by Hikmat Darmawan
Sebuah gambar besar menghias di sebelah kiri pintu masuk
Hotel Grandkemang. Gambar-gambar itu adalah Cergam atau Cerita Bergambar karya
Hikmat Darmawan. Dalam penjelasannya, Hikmat menitik beratkan kekonsistenan
para komikus Indonesua dalam mengungkap imajinasi urban sejak 1920an. Imajinasi
itu datang dari berbagai mode, bahkan dari musik, yang akhirnya mampu
melahirkan berbagai Cergam yang menarik perhatian para pembaca, termasuk komik
wayang dan komik silat. Yang paling terkenal adalah karya Tito Bastian, Wiro
Sableng.
Itulah
sederet karya para perupa dan desainer yang tampil di ICAD 2018. Tak elok pula
rasanya jika semua harus saya “KISAH” kan di sini. Ada baiknya, jika kalian
punya waktu senggang, saya sarankan saat weekend untuk mengunjungi berbagai
stand lain di Grandkemang Hotel, Jakarta Selatan.
Acara dibuka untuk umum
hingga 30 November 2018. Artinya, masih punya waktu untuk menjadwalkan
kehadiran di ICAD 2018.
Ditunggu,
yo!
0 Komentar