Jejak Hang Tuah di Kepulauan Riau

Saya, Pak Bambang Widiadmoko, Ade Novi dan Pringadi menyempatkan diri ngopi di salah satu warung tradisional Kep. Riau.


Langit bersih saat Lion JT-620 membelah udara Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Raja Haji Fisabilillah, Bintan, Kepulauan Riau. Di atas langit, beberapa kali pesawat sempat bergoyang hebat karena menabrak bongkahan awan dan terasa menegangkan. Tapi, entah kenapa saat itu saya cuek saja dengan keadaan. Tidak terlalu khawatir seperti kali-kali lalu saat berpergian ke daerah lain. Biasanya, jantung saya akan dag dig dut hebat sambil melafalkan berbagai ayat yang saya ketahui.

Perjalananan antara Jakarta menuju Bintan, Kepulauan Riau ditempuh satu setengah jam penerbangan. Biasanya, saat pulang ke Aceh perjalanan lebih panjang. Jika pulang pada bulan November dan Desember, biasanya saya harus membekali diri dengan membuang kekhawatiran dalam dada yang seperti ingin melompat ke luar. Sebab, perjalanan panjang itu akan membuat pesawat berkali-kali mendzikirkan diri di atas udara karena bongkahan awan lebih banyak dan besar-besar.

Saya take off bersama teman-teman pukul 8.35 WIB. Di sana ada Pringadi Abdi Surya, Ade Novi, dan Bambang Widiadmoko. Kali ini, kami berempat akan menghadiri Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2018 di Bintan.

Perhelatan acara ini dilaksanakan setelah sebelumnya diadakan pengumpulan puisi sejumlah penyair baik dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Buku antologi tersebut kemudian diberi judul Jazirah, Jejak Hang Tuah.

Tiba di Bandara Raja Haji Fisabilillah, kami telah ditunggu oleh salah satu penyair asal Tanjung Pinang, yakni Yuanda Isha yang juga menjadi salah satu panitia FSIGB 2018. Dia adalah penulis berbagai buku puisi seperti Seribu Satu Puisi, Perempuan Menulis, Sejak Kau Ajari Aku Membaca, Sergam, dan lain-lain.

“Selamat datang, ya, di Tanjung Pinang,” kata Yuanda menyambut kami.

Di luar, orang-orang tampak sibuk. Koper dan tas silih berganti keluar dan masuk dari dan ke dalam Bandara. Di pintu kedatangan, salah seorang panitia lain juga menunggu. Saya lupa nama dia siapa. Tapi wajahnya juga bersikap ramah. Tersenyum dan seperti hendak berkata, “Selamat datang di Negeri Hang Tuah, para penyair!”

Dari Bandara, panitia memacu kendaraan roda empat menuju Hotel Aston, Tanjung Pinang, yang terletak di Jl. Adi Sucipto, KM. 11, Batu IX. Dari arah Bandara, jalan-jalan tampak lenggang. Beberapa menit kemudian, kami sampai di lobi hotel.

Di sana, tampak Datok Haji Rida K Liamsi dengan senyum lebar menyambut kami, penuh keramahan sebagaimana puak-puak Melayu menyambut tamu.

“Pilo, selamat datang, ya!” kata dia, tersenyum lebar.

Datok Ridak K Liamsi adalah penggagas kegiatan FSIGB 2018. Dia bersama Pemprov dan Dewan Kesenian Kepri bahu membahu mengadakan kegiatan sastra. Di lain sisi, Datok juga salah satu tokoh berpengaruh di Tanjung Pinang.

Ini adalah hari pertama saya di sini. Sesudah registrasi, kami berempat tinggal menunggu pembagian kamar hotel.

Sebelumnya, saya bersama Pringadi Abdi Surya jauh-jauh hari sudah saling berkabar tentang kegiatan FSIGB ini. Jadi, kami memutuskan agar satu kamar saja berdua.

“Sekamar bareng aku aja nanti mintanya ya,” kata Pringadi sebelum berangkat beberapa waktu lalau lewat pesan Whatsapp.

Tapi, saat dia mengabarkan ingin datang ke acara FSIGB, saya menjadi takjub disertai keheranan. Sebab tidak pernah rasanya seorang Pringadi akan hadir di acara sekelas ini.

“Tumben Pring mau datang ke acara begini,” kata saya dalam hati.

Kata-kata ini juga saya utarakan kemudian saat bertemu Pring di Bandara sebelum take off. Malamnya, Pring akhirnya menjawab pertanyaan saya, kenapa dia mau bela-bela datang ke FSIGB di status Facebooknya.

“Bisa dibilang, Om Hasan Aspahani (kiri) adalah guru menulis puisi pertamaku. Tapi kami tak pernah bertemu, tak pernah bertukar pesan. Saya hanya membacanya dan pemikiran yang tertuang dalam tulisan-tulisannya. Dan ini pertemuan pertama kami. Hal ini menjadi jawaban atas pertanyaan Pilo, Tumben, kenapa kamu mau datang ke acara seperti ini, Pring? Biasanya nggak pernah datang. Ya, karena aku pengen bertemu Om Hasan."

Bersambung ...



Posting Komentar

0 Komentar