Saya secara pribadi belum bisa move on melihat antusiasme kawan-kawan baik penonton, pemateri dan pembaca puisi saat acara Peluncuran dan Diskusi buku Seperti Belanda tadi malam, 24 Oktober 2020.
Mengapa begitu haru dan belum bisa lepas dari momen diatas? Lantaran kejadian semalam adalah serupa mempertemukan lagi kepada para pemateri dan penikmat puisi terkait Aceh dalam tiga waktu penting, Konflik, Tsunami, hingga Perdamaian. Bahkan, dua pemateri yang kami undang di awal acara dan diakhir acara tidak dapat menahan rasa emosionalnya terhadap acara itu, mereka tidak segan untuk menumpahkan air mata mereka pertanda betapa besar cinta mereka terhadap Aceh.
Usai acara pun, saya masih mendapati berbagai ucapan selamat dari banyak pihak atas kelancaran dan kesuksesan acara. Ada pula yang mengirim pesan dengan nada yang lebih menggebu, "Berapa kali air mata abg turun saat mengikuti acara barusan. Selamat pilo, sudah buat acara seperti ini," tulis pesan itu.
Saya bersama tim Forum Jurnalis Aceh Jakarta (Forjak) juga tidak menyangka bahwa acara ini bukan saja menguras tenaga dan pikiran, rupanya juga air mata.
Atas nama pribadi, dan Inisiator Buku Seperti Belanda lainnya, bang Murizal Hamzah, dan Forjak, saya meminta maaf jika ada kekurangan dalam acara ini. Mohon maaf belum dapat mengakomodir semua penulis untuk tampil membacakan puisi mereka.
Dengan begitu, saya bisa menarik nafas panjang seranya mengucapkan syukur Alhamdulilah dan terima kasih untuk semua pihak yang mendukung acara Peluncuran dan Diskusi Buku Seperti Belanda.
Terima kasih pula kepada sponsor Bang Nasir Djamil, Hamdani Bantasyam, Bang Dadek, serta Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) karena sudah menyisihkan rezeki mereka sehingga buku ini akhirnya tercetak.
Terima kasih pula buat Bu Christine Hakim, bang Teuku Rifnu Wikana, dan kak Debra H. Yatim yang sejak awal mendukung acara ini.
Terima kasih juga kepada bang Murizal Hamzah dan seluruh pemateri yang hebat-hebat, Putra Gara, bapak Fachry Ali, dan Mas Kurnia Effendi serta Ni Ni Wayan Idayati dan moderator kita, bang Fikar W Eda.
Terima kasih pula kepada seluruh pembaca puisi yang tak dapat saya sebutkan satu-satu sehingga malam ini selain peluncuran dan diskusi, rupanya satu yang saya dapatkan dari acara ini adalah, silaturahmi antara kakak, Abang, dan orangtua saya yang terus memberikan dukungan.
Terima kasih pula untuk Forum Jurnalis Aceh Jakarta (Forjak) yang telah membantu sejak awal hingga acara ini sukses.
Terakhir saya ingin sampaikan bahwa, pembuatan dan peluncuran buku ini sejak awal sama sekali tidak memiliki sponsor hang besar. Acara ini benar-benar dilakukan secara swadaya oleh saya dan Jurnalis Aceh, bang Murizal Hamzah.
Meskipun mendapat dukungan finansial dari Anggota DPR RI, Nasir Jamil (1jt), Badan Penghubung Pemerintah Aceh (1jt), Asisten III Pemerintah Aceh, Bang Dadek (1jt), dan Pengusaha Aceh, bang Hamdani Bantasyam (1jt), hanya cukup untuk mencetak buku 100 exp yakni Rp.3.150.000 ditambah pembelian zoom premium Rp. 800.000 ribu dan sisa duit Rp. 50 ribu.
Artinya, tidak ada keuntungan dalam kegiatan sastra. Olehnya, saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini lantaran tidak dapat memberikan honor kepada para penulis, pemateri, hingga kepada pembaca puisi. Laporan ini juga sudah saya sampaikan di dalam acara.
Semoga kedepan kita dapat berkumpul kembali dalam acara lainnya.
Terima kasih untuk semua.