Kalau sekilas, dari katalog yang dikirimkan Ida Fitri kepadaku, novel ini sungguh manarik lantaran banyak elemen keacehan yang kental di dalamnya, mulai dari sejarah, budaya berikut narasi kehidupan sehari-hari tokoh yang dibangun Ida.
Dengan latar belakang konflik di Aceh, cerita ini memiliki potensi untuk mengeksplorasi tema-tema seperti perjuangan, ketahanan, dan hubungan antarmanusia di tengah situasi yang sulit.
Penggunaan flashbacks dan percampuran legenda lokal dengan kisah sejarah memberikan dimensi tambahan pada cerita, sehingga menarik bagi pembaca pada narasi yang kompleks dan mendalam.
Premis dari buku Paya Nie atau "The Marsh of Nie" dalam katalog berbahasa Inggris itu adalah tentang empat wanita yang pergi ke sebuah rawa yang disebut Paya Nie untuk mencari binyuet atau purun, bahan untuk membuat tikar. Cerita ini berlatar belakang di Aceh selama operasi militer Indonesia terhadap gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Melalui percakapan mereka, pembaca dibawa ke masa lalu dari lingkungan sekitar, desa mereka, sejarah kekerasan dan militerisme, serta kehidupan masing-masing wanita. Legenda lokal, kesaksian mata-mata, dan mungkin cerita-cerita juga dicampur bersama-sama dalam kisah ini. Sedikit yang tahu bahwa marinir Indonesia sedang mempersiapkan serangan terhadap tempat persembunyian yang diduga milik GAM di daerah itu.
Kabarnya baiknya, penerbit Marjin Kiri tengah mempersiapkan katalog hak cipta luar negeri untuk buku ini. Artinya, "Paya Nie" dan beragam kisah di dalamnya akan tampil di Fira Literal @literalbcn, sebuah "pameran ide dan buku" paling bergengsi yang diselenggarakan antara tanggal 24 dan 26 Mei 2024 di situs Fabra i Coats di Barcelona.
Kenapa bergengsi? Karena pameran ini akan mempertemukan orang-orang dengan ide radikal, kritis, dan berani tampil berbeda dan unik dengan yang lainnya. Kabarnya pula, edisi kali ini Literal mendorong dirinya untuk menjadi "festival pemikiran kritis" yang pernah diselenggarakan.
#marjinkiri #publisherlife #firaliteral
0 Komentar